Tepat satu tahun pandemi COVID-19 di Indonesia, pemerintah mengumumkan bahwa varian virus corona dari Inggris (B.1.1.7) telah terdeteksi di Indonesia pada 2 Maret 2021.
Varian ini pertama kali ditemukan di Inggris pada September 2020. Jumlahnya kemudian meningkat secara tajam pada akhir Desember, sehingga menjadi perhatian para peneliti di Inggris dan dunia.
Pada awal Maret ini, varian tersebut telah ditemukan di 101 negara.
Sampai awal bulan ini, menurut data mutakhir di platform penyimpan data genom virus, GISAID,, varian Inggris ini telah ditemukan pada 19% kasus COVID-19 global setelah peneliti mengurutkan gen virus corona.
Varian ini terdiri dari sekumpulan mutasi, antara lain, mutasi pada protein S (N501Y, A570D, P681H, T716I, S982A, D1118H). Dari mutasi-mutasi tersebut, ada satu mutasi yang dianggap paling berpengaruh yaitu mutasi N501Y.
Hal ini karena mutasi N501Y terletak pada Receptor Binding Domain (RBD) protein S. RBD merupakan bagian protein S yang berikatan langsung dengan reseptor untuk menginfeksi sel inang (manusia).
Mutasi virus merupakan hal yang biasa. Mutasi B.1.1.7 menjadi istimewa karena diduga mempunyai daya tular (transmisi) antarmanusia sampai 70%.
Berikut ini 5 hal terkait virus varian baru dari Inggris tersebut, pengaruh dan dampaknya terhadap pengendalian penyakit COVID-19 di Indonesia.
1. Pengaruh varian baru terhadap penularan
Varian baru dari Inggris ini diduga mempunyai daya penularan antarmanusia mencapai 70% dibandingkan dengan virus corona tanpa varian tersebut.
Dengan peningkatan penularan, maka akan meningkatkan penyebaran virus corona dengan varian ini menjadi lebih cepat.
Pemerintah dan masyarakat perlu melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang memadai, misalnya membatasi mobilitas yang tidak perlu dan melacak kontak yang tepat dan cepat, khususnya warga negara dari perjalanan luar negeri.
2. Dampak terhadap derajat keparahan penyakit COVID-19
Pada Desember 2020, riset awal di Inggris menunjukkan tidak ada hubungan antara varian baru ini dan derajat keparahan pasien COVID-19.
Namun riset terakhir di Inggris menunjukkan bahwa kemungkinan varian ini mempunyai dampak terhadap derajat keparahan pasien COVID-19. Artinya pasien dengan varian Inggris ini mempunyai risiko lebih berat gejalanya.
Karena itu, kita perlu riset lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hasil penelitian di atas.
3. Pengaruh terhadap diagnosis tes swab PCR
Mutasi pada protein S dalam varian Inggris bisa mempengaruhi hasil tes swab PCR jika tes PCR tersebut menggunakan gen S. Prinsip tes PCR adalah mendeteksi gen pada genome SARS-CoV-2, antara lain gen S, N, M atau E.
Untungnya, sebagian besar tes PCR termasuk di Indonesia tidak menggunakan gen S untuk deteksi COVID-19, tapi menggunakan kombinasi gen N, M dan E.
Jadi, tes PCR saat ini, termasuk alat tes di Indonesia, masih bisa mendeteksi virus corona dengan varian Inggris.
Sampai 9 Maret 2021, Indonesia telah mempublikasi data pengurunan gen virus corona ke GISAID sebanyak 516 sampel. Baru ditemukan enam virus yang mengandung varian Inggris.
4. Varian Inggris apakah berpengaruh terhadap perkembangan vaksin?
Berdasarkan riset yang ada, varian Inggris tidak mempengaruhi secara signifikan efikasi (keampuhan) vaksin corona yang telah diberikan ke puluhan juta orang, seperti vaksin dari Pfizer, Moderna dan AstraZeneca.
Demikian juga, varian Inggris ini tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap efikasi (keampuhan) Sinovac, vaksin yang kini diberikan kepada penduduk Indonesia.
5. Varian lain yang perlu perhatian khusus
Selain varian dari Inggris, kini telah ada dan menyebar juga beberapa varian lainnya.
Varian Afrika Selatan
Varian ini dikenal dengan nama 501Y.V2 atau B.1.351. Varian ini diduga mempunyai daya transmisi 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan virus tanpa varian ini.
Varian ini menjadi perhatian peneliti karena mengandung tiga mutasi pada RBD yaitu: K417N, E484K dan N501Y.
Varian ini telah dideteksi di 51 negara, namun belum ditemukan di Indonesia.
Varian kombinasi E484K dan N501Y meningkatkan ikatan virus corona dengan sel inang (manusia). Varian ini menunjukkan pengaruh yang berbeda-beda terhadap keampuhan vaksin yang ada.
Sampai saat ini belum ada bukti varian ini berhubungan dengan derajat keparahan pasien COVID-19.
Varian Brasil
Varian ini diberi nama B.1.1.28.1 atau P.1 dan telah ditemukan di 30 negara, namun belum ditemukan di Indonesia.
Varian ini juga menjadi perhatian peneliti karena mengandung tiga mutasi pada RBD: E484K, K417T dan N501Y. Belum ada bukti varian ini meningkatkan penularan virusnya.
Dibanding varian Inggris dan Afrika Selatan, informasi terkait pengaruh varian Brasil ini masih sedikit sekali.
Varian California
Varian ini dikenal dengan nama B.1.427/B.1.429 atau 452R.V1. Varian ini menarik perhatian peneliti karena ada peningkatan jumlah dari 0% pada September 2020 menjadi lebih dari 50% pada akhir Januari 2021.
Varian ini diduga lebih menular dan berhubungan dengan gejala berat pasien COVID-19.
Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Balai Besar Veteriner Wates telah mempublikasi 51 pengurutan virus corona dari Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, dan belum menemukan varian Inggris, Afrika Selatan, Brasil, dan California.
Pemerintah harus optimalkan surveilans genomik
Walau pemerintah telah mengantisipasi untuk mendeteksi varian-varian baru yang diduga mempunyai daya tular lebih tinggi dengan melakukan surveilans genomik di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan, upaya-upaya deteksi harus diperkuat.
Pemerintah harus meningkatkan pelacakan kontak orang dengan tes PCR yang sampai saat ini masih bisa mendeteksi varian Inggris.
Untuk menaikkan peluang deteksi varian-varian baru tersebut pemerintah harus meningkatkan pendeteksian pada warga negara asing dan warga negara Indonesia yang baru tiba dari perjalanan luar negeri dan terkonfirmasi positif COVID-19, pasien re-infeksi, pasien dengan gejala berat, atau pasien anak-anak.
By Gunadi, Head, Genetics Working Group and Internationalisation, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, Universitas Gadjah Mada
© 2024 AMINEF. All Rights Reserved.