Alumni & Voices

Aristides Katoppo

Aristides Katoppo adalah Pemimpin Redaksi majalah Mutiara dan Presiden Direktur Sinar Harapan Group.

Dari sekolah menengah saya langsung masuk ke bidang jurnalistik tanpa pernah memperoleh suatu gelar akademis. Dengan perkataan lain, saya langsung terjun ke dalam dunia sehari-hari memproduksi surat kabar tanpa mempunyai latar belakang teoretis apapun. Jadi, ketika terbuka kesempatan untuk ikut serta dalam suatu program universitas di luar negeri, dengan bernafsu saya mengambilnya.

“Di tahun 1973 saya ditawari hibah Fulbright untuk belajar di Stanford University. Waktunya tepat sekali, karena surat kabar tempat saya bekerja baru saja ditutup. Untungnya, program Stanford itu tidak membatasi saya pada suatu paket pelajaran tertentu. Jadi, saya bisa mengambil mata kuliah yang saya minati. Yaitu pelajaran yang ber-hubungan dengan masalah pembangunan: politik ekonomi, manajemen, pengalihan teknologi dan sebagainya.

“Sebagai seorang wartawan praktek saya selalu agak skeptis terhadap beberapa konsep teoretis. Namun, saya belajar banyak setelah terjun ke dalam dunia teori itu. Dan sebagai seorang yang seringkali terlibat dalam perdebatan, saya mendapat pandangan-pandangan yang lebih luas dan sejumlah wawasan baru. Menjadi wartawan berarti hidup dalam suatu kehidupan yang tidak menentu; kadang-kadang beralih subyek dalam satu jam. Tahun Fulbright itu memberi saya suatu masa yang panjang untuk kontinuitas dan refleksi, sehingga saya berhasil memperoleh perspektif baru.

‘Sedikit banyak, berada di kampus universitas berarti terlepas dari kenyataan sehari-hari. Tetapi seringkali kita dapat melihat segala sesuatu dengan lebih jelas. Misalnya, pada pertengahan tahun 70-an komputer masih terasa sebagai barang baru. Tetapi dari perspektif lingkungan universitas, ternyata komputer dapat mcmbcrikan perombakan besar dalam profesi kami.

‘Banyak yang telah berubah dewasa ini, Surat kabar Indonesia sejak masa perjuangan kemerdekaan mempunyai tradisi yang sangat berbau politik, hampir seperti pamflet. Tetapi sekarang kami mengakui kebutuhan pembaca di kota akan berbagai informasi dasar. Keberadaan saya di tengah-tengah orang Amerika pada masa itu –orang-orang yang saya anggap sangat pragmatis,– telah mcmbantu saya intuk mengapresiasi kebutuhan itu di sini.”

Artikel ini tampil di buku Program Fulbright U.S Indonesia – Empat Puluh Tahun Beasiswa dan Saling Memahami (halaman 29)

Judul asli adalah U.S Indonesian Fulbright Program – Forty Years of Scholarships and Mutual Understanding.

WordPress Video Lightbox