Alumni & Voices

Azyumardi Azra

MEMBANGUN MASYARAKAT DEMOKRATIS

“Peranan program Fulbright yang paling signifikan adalah ikut membangun masyarakat yang modern dan demokratis. Contohnya saya rasakan sendiri. Sebagai alumnus program tersebut saya sering diundang berbicara bahkan dilibatkan menjadi anggota badan dunia untuk pengembangan demokrasi,” kata Azyumardi Azra, CBE.

Pria kelahiran Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat, 1955 ini, mendapat beasiswa Fulbright untuk meraih gelar Master dan doktor pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, Universitas Columbia di New York. “Saya kira tanpa beasiswa Fulbright, banyak di antara kita yang tidak menjadi orang,” tambahnya. Berkat dibiayai dan disekolahkan di universitas yang ternama, menurut Prof. Azra, ia mendapatkan “postur yang kuat sebagai cendekiawan yang diakui di tingkat nasional maupun internasional. Ia pernah menjadi anggota badan PBB untuk Pengembangan Demokrasi, dan dua kali menjadi anggota International Institute for Democracy and Electoral Asistance yang berkantor pusat di Swedia.

“Saya mendapat kesempatan untuk memberikan nasihat baik kepada Presiden Amerika Serikat maupun kepada Umat Islam di Indonesia,” kata mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Ciputat (1998 – 2006). Presiden George Bush, mengundangnya untuk berbicara langsung dengannya di Bali. “Hubungan Indonesia dan Amerika saat itu terasa tegang. Banyak pemboman yang terjadi di Tanah Air diklaim oleh pelakunya karena benci pada Amerika. Saya katakan ‘lingkaran kekerasan’ – circle of violence – tidak akan menyelesaikan masalah.

Kekerasan atas penyerangan World Trade Center di New York, yang dibalas dengan penyerangan ke Afghanistan dan Irak, tidak ada hasilnya,” tutur Sir Azyumardi. Pada tahun 2010 ia mendapatkan gelar CBE, Commander of the Order of British Empire, sebuah gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris. Dengan gelar ini, Azyumardi boleh mengenakan “Sir” di depan namanya.

Ayah dari empat orang anak ini menyukuri, setelah Barack Obama menjadi presiden, kebencian orang pada Amerika merosot dratis. “Masyarakat kita tidak bisa membenci Obama karena dia punya ayah seorang Muslim, dan pernah dididik di negara Muslim yang besar, yang setiap hari mendengar azan,” tutur Sir Azyumardi yang pernah menjadi guru besar di Universitas Melbourne di Australia; dan anggota dewan penyantun di Universitas Islamabad di Pakistan.

Ia pernah diminta membahas apa saja yang telah dilakukan oleh Presiden Obama, dalam serangkaian seminar di Timur Tengah. “Yang sudah dilakukan Obama adalah menurunkan ketegangan antara AS dan dunia Islam. Sedangkan yang belum adalah mewujudkan perdamaian di Palestina,” katanya. Ia berbicara antara lain di Cairo dan Alexandria di Mesir dan di Yordania.

Sir Azyumardi berpandangan bahwa sebaiknya Pemerintah Indonesia ikut lebih berperan dalam mengembangkan beasiswa Fulbright. “Sebaiknya, pemerintah kita bisa membiayai hidup sehari-hari para dosen Fulbright dari Amerika yang mengajar di sini. Selama ini kedatangan dan gajinya ditanggung oleh Amerika. AMINEF bisa mengusahakan skema pembiayaan yang lebih partisipatif dari pihak Indonesia.”

“Sayangnya, universitas kita di Indonesia belum dapat memberikan fasilitas lebih selain mengundang, menyediakan kantor dan fasilitas internet. Seharusnya pemerintah kita ikut berperan dengan menyediakan gaji yang memungkinkan mereka datang mengajar untuk beberapa semester. Saya kira, inilah yang harus diupayakan oleh AMINEF,” pesan Ketua Program Pasca Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah itu di kantornya.

Last Updated: Jun 3, 2019 @ 2:11 pm

Artikel ini tampil di buku DARI SABANG SAMPAI MERAUKE Memperingati Ulang Tahun 60/20 Fulbright dan AMINEF (halaman 84-87) yang diterbitkan pada tahun 2012 memperingati ulang tahun ke-20 AMINEF dan ulang tahun ke-60 Fulbright di Indonesia.

Judul asli adalah Across the Archipelago, from Sea to Shining Sea Commemorating the 60/20 Anniversary of Fulbright and AMINEF. Penerjemah: Sagita Adesywi dan Piet Hendrardjo.

WordPress Video Lightbox