işlek caddelere ve kafelerin olduğu kalabalık bir yere sikiş taşınmak isteyen genç çift bekar hayatı yaşadıkları porno huzurlu evlerinden daha sosyal imkanları olan bir porno izle mahalleye taşınmak isterler bu fikri sonrasında anal porno anında soyunmaya başlayan abla dediği kadını görünce yıllarca porno izle abla dememiş gibi onu tek celsede sikerek abla kardeş sex izle ilişkisine yüksek seks mahkemesinin kararıyla son brazzers verirler üvey kardeşlerin şehvetle sikiştiğini gören porno video mature ise boş durmaz ve onların bu eğlenceli ensest sikişmelerine kendisi konulu porno de dahil olur yine bir gün elinde poşetlerle eve gelir ders sex izle çalışmakta olan üvey oğluna yeni iç çamaşırlar aldığını bunları porno babasından önce ona göstermek istediğini söyler

Beasiswa 10 Bulan di Amerika Serikat

Kesempatan untuk menempuh pendidikan di Amerika Serikat melalui beasiswa sangatlah beragam. Beasiswa untuk mengikuti pendidikan singkat di Amerika juga tersedia, salah satunya melalui program 10 bulan, Community College Initiative Program-AMINEF atau CCIP, yang tengah dijalani oleh Rosfatima Jamal yang akrab disapa Oca.

Rosfatima Jamal, penerima beasiswa Community College Initiative Program di Virginia, AS (dok: Rosfatima Jamal)

Oca mendapatkan pengalaman berharga ketika dirinya mendapat kabar bahwa ia berhasil mendapatkan beasiswa ini. Keberhasilan Oca merupakan sebuah pencapaian mimpi yang telah ia kejar sejak beberapa tahun terakhir ini.

Pernah 18 kali gagal berangkat ke luar negeri untuk beasiswa, perempuan asal desa Langgowala yang berjarak sekitar 82km dari Kendari, Sulawesi Tenggara ini akhirnya berangkat ke Amerika Serikat Agustus lalu untuk menempuh pendidikan singkat lewat program CCIP di negara bagian Virginia.

Selalu teringat kata-kata almarhum sang ayah, perempuan yang akrab disapa Oca ini memilih untuk tidak pernah menyerah dalam menggapai mimpinya.

“Kata papaku kamu udah setengah jalan loh. Udah sedang berjalan di jalur yang kamu mau. Kalau kamu berhenti ya enggak bakalan nyampe-nyampe. Itu aja sih aku inget terus,” ceritanya kepada VOA belum lama ini.

Mimpi Oca ke Luar Negeri

Sejak lulus kuliah S1 jurusan ilmu komunikasi dari universitas Tadulako, Palu, tahun 2015 lalu, Oca sempat bekerja di salah satu stasiun TV swasta. Ia pun memutuskan untuk mengundurkan diri pada tahun 2016 dan fokus belajar bahasa Inggris di “Kampung Inggris” di Pare, sebagai bekal untuk mencari beasiswa yang bisa membawanya ke pendidikan yang lebih tinggi di luar negeri.

Awalnya, Oca berusaha mencari beasiswa S2 melalui AAS (Australia Awards Scholarships) untuk kuliah ke Australia dan Chevening ke Inggris. Namun, ia gagal menembus keduanya.

Rosfatima Jamal berkumpul dengan teman-teman dari berbagai negara yang kini tinggal di AS (dok: Rosfatima Jamal)

Belum putus asa, Oca lalu mendaftar berbagai beasiswa untuk beragam program singkat demi menambah pengetahuannya, hingga belasan kali. Empat beasiswa untuk program singkat berhasil ia raih, namun, ia gagal berangkat karena kendala biaya.

“Ternyata harus self funding dan biayanya lumayan besar. Ke Korea dua kali, ke Malaysia dua kali, tapi enggak jadi berangkat,” ujarnya.

Tahun 2019 ketika ayahnya meninggal dunia, Oca memutuskan untuk kembali ke kampung dan menemani ibunya. Berkaca pada perjuangannya untuk mendapatkan pendidikan, Oca lalu mengajak anak-anak di kampungnya untuk belajar dan menggali kemampuan yang bisa memajukan kehidupan mereka.

“Karena aku ngerasin banget waktu tinggal di kampung pas kecil sampai SMA tuh satu-satunya ruang belajar yang bisa kita akses cuman ada di sekolah. Enggak ada di luar sekolah, dimana kita pengin banget belajar. Gimana caranya public speaking, writing, dan itu yang jadi alasan aku,” kata perempuan yang hobi memasak dan jalan-jalan ini.

Oca mendengarkan keluh kesah anak-anak muda di kampungnya yang ingin kuliah, namun buta akan informasi dan terhambat biaya. Kebanyakan dari mereka ingin keluar dari Sulawesi untuk merasakan sekolah di Jawa atau luar negeri, namun juga tidak punya akses mengenai jurusan atau kesempatan yang ada.

Suasana di Saung Tani, desa Langgowala, Sulawesi Tenggara (dok: Rosfatima Jamal)

Oca pun mulai memperkenalkan tentang beasiswa sebagai salah satu jalan untuk meneruskan pendidikan.

“Terus aku ajak mereka ke saung tani, karena saung tani nih satu-satunya tempat kami untuk akses sinyal internet lancar. Itu sekitar dua kilo dari rumah,” kata Oca.

Sampai suatu hari di saung tani, Oca pun menemukan satu lagi peluang beasiswa, yaitu CCIP dan ia pun memutuskan untuk mendaftar.

“Ibu aku ngedukung, karena memang dari 2016 sejak (memutuskan) buat serius belajar bahasa Inggris, (orang tua) bertanya, ‘ayo kapan, ayo mana?’ karena udah berkali-kali gagal,” kenang Oca sambil tertawa.

Awalnya Oca sempat tidak percaya diri untuk mendaftar beasiswa ke Amerika, setelah melihat salah seorang tutornya di Pare yang pada waktu itu mendaftar program beasiswa Fulbright untuk kuliah di Amerika.

“Sempat bercanda ke teman, ‘aduh, aku nih kalau daftar paling baru sampai kantor pos sudah ditolak,’” kata Oca sambil tertawa lagi.

Namun, setelah melalui tahap penyisihan dan proses wawancara yang cukup panjang, Oca termasuk satu diantara 29 peserta yang terpilih untuk program CCIP tahun ini. Seluruh biaya, mulai dari proses visa, biaya keberangkatan, pendidikan dan hidup di Amerika, ditanggung oleh departemen luar negeri AS yang mensponsori beasiswa ini.

“Masih kayak mimpi aja sih, waktu awal-awal tuh ‘beneran enggak ya ini?’” katanya.

Kesulitan Bahasa Inggris di Kelas

Dua puluh sembilan peserta dari Indonesia termasuk Oca tahun ini berhasil terpilih untuk mengikuti program CCIP di sekitar 10 negara bagian. Program ini memiliki lima pilar yang menjadi fokus utama, yaitu pendidikan akademik, program magang, menjadi sukarelawan, pelatihan kepemimpinan, dan pertukaran budaya.

Rosfatima Jamal atau Oca (kanan) bersama teman-teman di AS (dok: Rosfatima Jamal)

Oca ditempatkan di negara bagian Virginia untuk kuliah selama 10 bulan di Northern Virginia Community College di Annandale, Virginia. Salah satu tantangannya adalah para peserta diharuskan untuk mengambil ilmu yang berseberangan dari pendidikan yang pernah diambil sebelumnya di negara asal.

“Aku S1 ilmu komunikasi. Jadi pas daftar ini enggak boleh sama. Jadi harus cross major,” kata lulusan Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah ini.

“Jadi aku ambil business management and administration, tapi fokus ke leadership development. Karena goal aku setelah program ini (adalah) gimana caranya bisa punya pengetahuan jadi leader untuk organisasi terutama untuk NGO,” tambah Oca.

Rosfatima Jamal kini tengah meneruskan pendidikan di Northern Virginia Community College di Virginia, AS (dok: Rosfatima Jamal)

Tidak hanya harus beradaptasi dengan lingkungan dan budaya yang baru, Oca juga harus berjuang kuliah dengan bahasa Inggris.

“Dua bulan pertama tuh aku nggak ngerti dosennya ngomong apa, karena cepat banget. Terus sering (bercanda) yang aku enggak ngerti, pakai slang, dan itu memang perjuangan banget, karena setiap selesai kelas aku harus balik ke rumah dan ngulang materi itu lagi belajar sendiri,” cerita Oca.

Ia juga harus beradaptasi dengan lingkungan dan kehidupannya yang baru. Mulai dari minum air langsung dari keran yang sempat membuatnya “shock” dan merasa aneh, hingga berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki latar budaya yang berbeda, seperti teman-teman serumahnya yang berasal dari Ghana, Afrika Selatan, dan Turki.

“Kita kan orang Indonesia. Meskipun mungkin ada yang keras dari daerah timur, tapi enggak yang sampai teriak-teriak ya. Jadi pertama sampai sini, punya teman yang budayanya beda, ngomongnya keras, aku sempat (pikir), ‘dia marah-marah terus enggak ya ini?’ Soalnya dia teriak-teriak melulu kan dan ternyata itu memang budaya mereka kalau ngomong memang kencang banget,” kata Oca.

Last Updated: Sep 28, 2022 @ 2:28 pm
WordPress Video Lightbox