işlek caddelere ve kafelerin olduğu kalabalık bir yere sikiş taşınmak isteyen genç çift bekar hayatı yaşadıkları porno huzurlu evlerinden daha sosyal imkanları olan bir porno izle mahalleye taşınmak isterler bu fikri sonrasında anal porno anında soyunmaya başlayan abla dediği kadını görünce yıllarca porno izle abla dememiş gibi onu tek celsede sikerek abla kardeş sex izle ilişkisine yüksek seks mahkemesinin kararıyla son brazzers verirler üvey kardeşlerin şehvetle sikiştiğini gören porno video mature ise boş durmaz ve onların bu eğlenceli ensest sikişmelerine kendisi konulu porno de dahil olur yine bir gün elinde poşetlerle eve gelir ders sex izle çalışmakta olan üvey oğluna yeni iç çamaşırlar aldığını bunları porno babasından önce ona göstermek istediğini söyler

Diam dalam (Pembelajaran) Pandemi

Puji Astuti PhD

SAAT tinggal di Amerika Serikat, saya dan keluarga berkesempatan melakukan perjalanan darat dari kota Rochester, New York, ke beberapa negara bagian terdekat. Kami naik bus umum.

Biasanya perjalanan kami tempuh malam hari. Esoknya kami sampai di tujuan.

Yang kami perhatikan sesaat setelah semua penumpang on board adalah pengemudi memberi panduan, terutama tentang apa yang tidak boleh dilakukan selama perjalanan.

Di antaranya, bicara harus lirih atau tidak bicara sama sekali agar tidak mengganggu penumpang lain dan mengotori udara dengan virus. Jika tidak membawa dan menggunakan earphones, kami dilarang menyetel audio di gadget.

Bahkan, di salah satu perjalanan, pengemudi kami menegur seorang penumpang. Earphones-nya bocor, musik jedag-jedug-nya terdengar seantero bus.

Apakah teguran itu mempan? Ya. Hasil dari diikutinya seluruh panduan adalah perjalanan malam yang nyaris tanpa cakap, tenang, memberi ruang kontemplasi, dan menidurlelapkan. Diam yang menyegarkan dan menghasilkan.

Meski membawa faedah, urusan diam lumayan menjadi perkara di hari-hari ini, saat pandemi Covid-19.

Namun saya tak hendak mengupas kebijakan pemerintah untuk berdiam di rumah atau stay at home melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), ”hiruk pikuk” di dalamnya, atau kontribusinya pada upaya penumpasan pandemi. Tulisan ini akan membahas tentang diamnya para pembelajar saat pertemuan daring dengan cara video conference berlangsung.

Sejumlah kolega pendidik mengeluhkannya. Saat mereka mengajukan pertanyaan untuk mengetahui kedalaman pemahaman, hanya segelintir siswa yang meresponsnya.

Pun sebaliknya, ketika siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dalam proses mencipta makna (baca: pembelajaran), hanya siswa itu-itu saja yang bertanya. Diamnya para siswa membuat sebagian guru resah.

Berjeda untuk Bersiap

Sejatinya, momen diam diperlukan dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Dua peneliti asal Amerika Serikat, Barbara AWasik dan Annemarie H Hindman, mendefinisikan momen diam (wait time — istilah yang mereka gunakan) sebagai jeda sepanjang tiga sampai 10 detik pada penyampaian guru dalam kegiatan mengajarnya.

Jeda ini memberikan ruang waktu bagi para pembelajar untuk memproses informasi sebelum mereka memberikan respons atau jawaban.

Dengan momen diam ini, guru juga tidak buru-buru mengulang pertanyaan yang sama atau beralih ke pertanyaan atau instruksi berikutnya. Memberikan momen diam juga merupakan upaya penyelenggaraan pembelajaran yang manusiawi.

Kita butuh berjeda untuk berpikir, merasa, mempersiapkan diri, merespons, berpartisipasi, berkontribusi, dan berkarya.

Karena itu, baik guru maupun siswa perlu mengetahui cara dan guna momen diam. Guru dapat mengenalkannya dengan menunjukkan gestur berjeda dan berpikir setelah mendapat pertanyaan dari siswa. Selanjutnya, siswa berlatih menggunakan momen diam tiga sampai 10 detik sebelum merespons, menjawab pertanyaan, menyampaikan pendapat, atau menunjukkan performa tertentu. Warga kelas membiasakan diri dan bersepakat untuk menggunakan momen diam pada saat-saat tertentu dalam proses belajar dan mengajar.

Jika siswa dan guru merasakan manfaatnya, momen diam akan menjadi bagian dari rutinitas dan budaya dalam kelas. Seorang ahli dalam bidang ini, Marry Budd Rowe, juga dari Amerika Serikat, mendokumentasi sederet manfaat momen diam dalam artikelnya berjudul ”Wait Time: Slowing Down May Be a Way of Speeding Up!’. Diungkapkan, dengan menggunakan momen diam, respons dan pertanyaan yang diajukan para siswa meningkat, curah gagasan berlangsung, kesimpulan yang dibuat berbasis bukti, kepercayaan diri bertumbuh, dan penguasaan mereka atas materi pembelajaran makin baik.

Guru yang menggunakan momen diam biasanya juga cakap dalam mengembangkan ide, menjabarkan konsep, memancing klarifikasi, mengundang elaborasi, dan mempersilakan adanya beda pendapat antarsiswa.

Dalam pembelajaran daring, penggunaan momen diam perlu memperhatikan faktor kualitas jaringan internet. Jika di tempat guru jaringan kurang bagus, biasanya ada delay, yaitu adanya selisih waktu penangkapan suara guru ke pendengaran siswa.

Sebaliknya, jika jaringan di tempat siswa tidak lancar, suara mereka akan terlambat sampai ke pendengaran guru. Dalam situasi tersebut, jeda untuk diam dan bersiap perlu bertambah durasinya.

Guru dan siswa perlu memahami, mengantisipasi, dan membuat kesepakatan agar manfaat momen diam tetap dapat diraih sekaligus mengurangi diam yang tak menghasilkan dalam pembelajaran daring.

Sebuah studi persepsional tentang pembelajaran saat pandemi Covid-19 menunjukkan, bagi sebagian besar siswa, memproses informasi dalam pembelajaran daring lebih sulit dibandingkan dalam pembelajaran luring. Maka, memberikan momen diam dapat menjadi wujud dukungan guru kepada para siswa, termasuk untuk tantangan yang mereka hadapi dalam memproses materi pembelajaran. (46)

–– Puji Astuti PhD, dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FBS Universitas Negeri Semarang (Unnes)

Last Updated: Sep 21, 2021 @ 2:26 pm
WordPress Video Lightbox