işlek caddelere ve kafelerin olduğu kalabalık bir yere sikiş taşınmak isteyen genç çift bekar hayatı yaşadıkları porno huzurlu evlerinden daha sosyal imkanları olan bir porno izle mahalleye taşınmak isterler bu fikri sonrasında anal porno anında soyunmaya başlayan abla dediği kadını görünce yıllarca porno izle abla dememiş gibi onu tek celsede sikerek abla kardeş sex izle ilişkisine yüksek seks mahkemesinin kararıyla son brazzers verirler üvey kardeşlerin şehvetle sikiştiğini gören porno video mature ise boş durmaz ve onların bu eğlenceli ensest sikişmelerine kendisi konulu porno de dahil olur yine bir gün elinde poşetlerle eve gelir ders sex izle çalışmakta olan üvey oğluna yeni iç çamaşırlar aldığını bunları porno babasından önce ona göstermek istediğini söyler

Alumni & Voices

Elizabeth F. Collins

KESEMPATAN UNTUK MEMBERIKAN KEMBALI

Ketika tiba di Palembang di musim panas 1994 untuk melakukan penelitian, saya menyaksikan mahasiswa Universitas Sriwijaya sedang bergolak menentang kenaikan uang kuliah. Terkejut melihat ekspresi perbedaan pendapat tersebut di masa Orde Baru, saya pergi menemui para mahasiswa yang memimpin demonstrasi. Mereka membawa saya ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang, dimana saya temui petani yang juga sedang melancarkan protes, berjuang melawan pengambilalihan tanah yang mereka olah. Tanah tersebut telah diserahkan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit. Saya tidak sadar bahwa saat itu saya tengah menyaksikan awal dari suatu gerakan reformasi di Sumatera Selatan, tetapi saya mulai memperhatikan organisasi seperti LBH, organisasi lingkungan WALHI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, organisasiorganisasi kemahasiswaan Islam, dan LSM-LSM baru yang mirip dengan asosiasi sukarela yang oleh Alexis de Tocqueville dinilai penting dalam keberhasilan demokrasi Amerika. Saat itulah dimulailah 10 tahun penelitian yang menghasilkan buku saya berjudul, Indonesia Dikhianati.

Pecahnya konflik kekerasan antara Muslim dan Kristen di Indonesia bagian timur pada tahun 2000 menarik saya lebih dekat dengan gerakan LSM Indonesia. Saya menemani serombongan wartawan dan sosiolog terkenal Imam B. Prasodjo ke Buton, Sulawesi Tenggara, untuk melaporkan keadaan para pengungsi yang melarikan diri dari Ambon. Kisah yang memilukan dari orang-orang yang lari dari Ambon. Kisah yang memilukan dari orang-orang yang lari menyelamatkan diri dan telah kehilangan segalanya. Bersama Imam Prasodjo dan yang lain dalam perjalanan itu saya membantu mendirikan Yayasan Nurani Dunia, sebuah organisasi yang dibangun dengan konsep bantuan langsung bagi sesama untuk membantu para pengungsi korban bencana alam dan sosial. Saya juga membantu mendirikan Pusat Studi Hubungan Antar Kelompok dan Resolusi Konflik (Center for Research on Inter-group Relations and Conflict Resolution/ CERIC) di Universitas Indonesia, bekerja sama dengan Universitas Ohio (OU). CERIC membantu pembentukan jaringan pusat-pusat CERIC di universitas-universitas di seluruh Indonesia di mana para staf pengajarnya dapat bekerja mencegah terjadinya konflik di masa depan.

Beasiswa Fulbright yang saya terima tahun 2002 – 2003 memungkinkan saya merampungkan buku saya dan juga untuk memberikan sesuatu kembali kepada Indonesia melalui Nurani Dunia dan CERIC. Ketika mengajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, saya mengelola dua program dana bantuan, yaitu kemitraan OU dengan Syarif Hidayatullah yang mendorong pendidikan kewarganegaraan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi negeri Islam, dan yang kedua adalah kemitraan OU dengan CERIC yang mengelola seminar pelatihan bagi para pelatih yang diarahkan untuk mencegah konflik dan negosiasi.

Saya juga berkesempatan berpartisipasi dalam pembangunan sekolah dan proyek-proyek pelatihan guru yang didukung oleh Nurani Dunia untuk membantu masyarakat membangun sekolah mereka sendiri. Rencana pembangunan merupakan sumbangan para arsitek, dan pasokan barang bangunan datang melalui program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Bahkan anak-anak pun berpartisipasi dalam pembangunan sekolah mereka

Ketika mereka berbaris dengan ransel baru, dihiasi dengan simbol perdamaian atau slogan-slogan lingkungan, dengan raut wajah mereka yang penuh harapan, saya melihat wujud nyata “pembangunan” yang sebenarnya.

Berbeda dengan proyek-proyek pengembangan perusahaan yang meningkatkan pendapatan ekspor dan menambah besar kesenjangan antara yang kaya dan miskin, pembangunan di lapisan bawah yang berkelanjutan semacam ini memberdayakan masyarakat untuk membuat kehidupan yang lebih baik bagi mereka sendiri dan generasi berikutnya.

Di Indonesia saya memiliki kesempatan istimewa untuk bekerja dengan orang-orang yang luar biasa dengan visi dan integritas yang tinggi, seperti Pak Azyumardi Azra, rektor Syarif Hidayatullah ketika saya di sana; Pak Imam Prasodjo di Universitas Indonesia; Profesor Muhammad Sirozi, direktur pendidikan pascasarjana di Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah di Palembang, dan banyak aktivis mahasiswa yang memimpin perjuangan untuk demokrasi. Saya ingin berpikir bahwa saya telah memberikan sesuatu kembali melalui buku saya, seminar CERIC, dan dukungan untuk Nurani Dunia, tetapi pada akhirnya saya percaya bahwa masyarakat Indonesia telah memperkaya hidup saya lebih dari apa yang bisa saya berikan kembali.

Last Updated: Jun 3, 2019 @ 2:51 pm

Artikel ini tampil di buku DARI SABANG SAMPAI MERAUKE Memperingati Ulang Tahun 60/20 Fulbright dan AMINEF (halaman 106 – 108) yang diterbitkan pada tahun 2012 memperingati ulang tahun ke-20 AMINEF dan ulang tahun ke-60 Fulbright di Indonesia.

Judul asli adalah Across the Archipelago, from Sea to Shining Sea Commemorating the 60/20 Anniversary of Fulbright and AMINEF. Penerjemah: Sagita Adesywi dan Piet Hendrardjo.

WordPress Video Lightbox