Rektor UPGRIS Dr Muhdi memberikan restu kepada mahasiswanya yang memperoleh beasiswa belajar ke Amerika Serikat, Jumat (7/1). (SM/Eko Fataip)

“Kegagalan adalah sesuatu yang tertunda”. Ungkapan ini seakan tepat untuk menggambarkan perjuangan Nur Widya Rini (22) dalam memperoleh beasiswa belajar ke Amerika Serikat (AS).

Mahasiswi program studi Pendidikan Fisika Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) itu merupakan satu diantara 12 mahasiswa Indonesia dari beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta, yang memperoleh beasiswa The Global Undergraduate Exchange Program (UGRAD).

Global UGRAD merupakan program pertukaran pelajar yang mendapat dukungan penuh dari Biro Urusan Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

Mahasiswa asal Indonesia akan mengikuti perkuliahan selama satu semester di sejumlah perguruan tinggi yang berbeda di AS. Adapun Widya nantinya menempuh pendidikan di University of Wisconsin-Eau Claire, AS. Ia satu-satunya mahasiswa di Jateng yang lolos dalam program ini.

Widya mengisahkan, perjuangannya untuk mendapatkan beasiswa tidaklah mudah. Terlebih program ini disebut jalur beasiswa bergengsi bagi kalangan mahasiswa.

Sejak Januari 2021 lalu, serangkaian tahapan ia lalui. Mulai dari tes administrasi, wawancara hingga tes kemampuan berbahasa Inggris.

Menariknya, ia menerima informasi program ini bukan dari kampus tempatnya mengajar. Melainkan inisiatif pribadi dari mahasiswi asal Kabupaten Pati, Jawa Tengah itu.

“Pada dasarnya saya sudah mengincar beasiswa ini sudah lama. Saat saya masih menjadi mahasiswa baru di UPGRIS, saya sudah menargetkan untuk mendaftar beasiswa ini,” ujarnya, Jumat (7/1).

Menurut Widya, beasiswa ini sebetulnya cukup populer. Hanya saja, detail informasi terkait beasiswa itu tidak banyak diketahui oleh publik, khususnya kalangan mahasiswa.

Ia pun harus mempersiapkan banyak hal sebelum berangkat pada 23 Januari 2022 mendatang. Widya mengaku sempat tak percaya diri akan kemampuannya berbahasa Inggris.

Berbagai upaya dilakukan olehnya untuk mengasah kemampuan bahasa secara autodidak. Ia bahkan memanfaatkan berbagai sarana/media apapun untuk belajar. Sebut saja film, buku dan sebagainya.
Usaha kerasnya tak sia-sia. Bak gayung bersambut, disaat kondisi siap secara mental, apa yang ia impikan terwujud.

“Dalam prosesnya saya juga menulis dan merevisi esai hampir setiap hari selama 2 bulan masa pendaftaran, hanya untuk memastikan bahwa essay yang saya tulis layak untuk dibaca para reviewer beasiswa Global UGRAD ini,” ungkapnya.

Pada sisi lain, Widya lahir dari latar belakang keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang petani, sedang ibunya sebagai guru sekolah dasar.

Dibalik kisahnya ini, ia juga pernah mengalami kegagalan. Perjuangannya untuk bisa belajar di luar negeri rupanya tidak sekali ini. Sebelumnya ia mengaku sempat gagal atau tak lolos mengikuti beasiswa dari program lain.

“Sebelum ini sempat gagal cari beasiswa S1 di luar negeri. Setelah sekian cara dan usaha dilakukan, akhirnya saya mendapat kesempatan ini,” tuturnya.

Rektor UPGRIS, Dr Muhdi mengapresiasi langkah yang ditempuh Widya. Sosok Widya menurutnya sebagai mahasiswa pembelajar, petarung dan pantang menyerah.

“Saya mengapresiasi keberaniannya untuk mengambil keputusan yang luar biasa. Kami berharap capaian dan prosesnya bisa memberikan inspirasi bagi mahasiswa lain untuk terus belajar menjadi yang terbaik,” sebutnya.