işlek caddelere ve kafelerin olduğu kalabalık bir yere sikiş taşınmak isteyen genç çift bekar hayatı yaşadıkları porno huzurlu evlerinden daha sosyal imkanları olan bir porno izle mahalleye taşınmak isterler bu fikri sonrasında anal porno anında soyunmaya başlayan abla dediği kadını görünce yıllarca porno izle abla dememiş gibi onu tek celsede sikerek abla kardeş sex izle ilişkisine yüksek seks mahkemesinin kararıyla son brazzers verirler üvey kardeşlerin şehvetle sikiştiğini gören porno video mature ise boş durmaz ve onların bu eğlenceli ensest sikişmelerine kendisi konulu porno de dahil olur yine bir gün elinde poşetlerle eve gelir ders sex izle çalışmakta olan üvey oğluna yeni iç çamaşırlar aldığını bunları porno babasından önce ona göstermek istediğini söyler

Alumni & Voices

Ningrum Natasya Sirait

MEMBERI PENGALAMAN HAKIKI

“Dalam Zaman Internet ini orang boleh bertanya, untuk apa kita pergi ke Amerika? Saya toh dapat pergi ke Amerika hanya dalam hitungan dua detik.” Begitu cerita Ningrum Natasya Sirait, Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara ini, menyindir orang yang cepat puas hanya dengan duduk di depan komputer. Rupanya ada banyak juga yang merasa telah berkunjung ke Amerika hanya dengan menggunakan mesin pencari Yahoo dan Google.

Padahal, mengenal Amerika sesungguhnya lebih dari sekedar melihat negeri itu melalui layar kaca, komputer dan buku bacaan. “Anda perlu datang sendiri ke sana, bergaul, merasakan kehidupan sehari-hari, mengikuti bermacam-macam festival dan seminar, bahkan bagaimana menikmati hari libur,” tambahnya. “Jadi tugas utama Fulbright saat ini adalah memberikan pengalaman yang sejati dan hakiki yang harus dapat memberi dan menanamkan pengertian yang lebih mendalam. Itulah pengalaman yang sejati.”

Ningrum Natasya, yang lebih suka dipanggil Iyum, anak kedua dari delapan bersaudara, termasuk sedikit guru besar dalam ilmu hukum persaingan usaha. Ayahnya, Bistok Sirait, seorang penerima beasiswa Fulbright juga untuk kuliah di Universitas Georgetown di Washington D.C. Sedangkan dia belajar di Universitas Wisconsin, Madison. Gelar master diraihnya setelah menyerahkan tesis berjudul “Dispute Resolution in International Commerce” pada 1996.

Selanjutnya, ia kembali lagi ke AS, kali ini dengan beasiswa Fulbright, untuk melakukan penelitian memperdalam pengetahuannya mengenai ekonomi dan hukum persaingan usaha. Iyum merasa beruntung mendapat bimbingan dari Prof. Peter C. Carstensen, seorang pakar internasional dalam bidang Hukum Persaingan (anti-trust). Dengan desertasi “Asosiasi Pelaku Usaha dan Analisis Perilakunya Berdasarkan Prinsip-prinsip Hukum Persaingan” ia meraih gelar doktor (2003) di Universitas Sumatera Utara (USU) dan dikukuhkan sebagai Guru Besar di USU pada 2005.

Sekarang, guru besar ini menjadi sekretaris program pasca sarjana USU. Dia dikenal sangat akrab dengan berbagai kalangan, dan sukses sebagai pendamping mahasiswa Fakultas Hukum USU dalam berbagai kompetisi moot court di tingkat nasional maupun internasional.

“Saya diajar oleh dosen-dosen lama yang konservatif, yang hanya memberi kuliah di dalam kelas,” ceritanya. “Di Amerika mata saya terbuka, bahwa kuliah akan jauh lebih menarik kalau mahasiswa diekspos pada persoalanpersoalan hukum yang kongkrit. Misalnya dengan cara memanfaatkan sarana moot court. Sekarang, festival moot court mengalami masa jaya dan diadakan dimana-mana di Tanah Air kita.”

Sekembali ke Indonesia, puteri Batak kelahiran Bandung, tahun 1962 ini dengan penuh semangat mendorong mahasiswanya untuk ikut dalam berbagai Kompetisi Peradilan Semu Hukum Internasional. Hasilnya, ternyata luar biasa. Tim Mahasiswa USU yang didampingi Iyum berhasil merebut berbagai gelar juara. Di antara adalah sebagai The First Best Memorial pada The 2012 Indonesian National Rounds of the Philip C. Jessup International Law Moot Court. Itulah hasil dari pendampingan Iyum.

“Para penyandang beasiswa Fulbright itu seperti dinilai orang istimewa, karena sukar memperoleh beasiswa ini. Jadi, secara langsung program ini harus istimewa yaitu mampu memberikan esensi pendidikan. Itulah yang saya maksud dengan pengalamanan hakiki, mengapa kita perlu belajar sampai ke Amerika.” Begitu kata Iyum yang juga pernah menerima beasiswa ke negara lain seperti ke Jepang, Australia, serta berbagai negara lain.

Untuk pembangunan perangkat hukum persaingan, Ningrum melihat Indonesia termasuk maju dan banyak belajar dari pengalaman Amerika Serikat. Setelah Reformasi 1998, terjadi perkembangan pesat di bidang ini melalui proses liberalisasi dan deregulasi pasar. Hanya yang perlu memperolah perhatian khusus adalah pemahaman aparatur negara atas perundangundangan. Untuk memperbaiki keadaan ini, Iyum disibukkan dengan program pelatihan di berbagai daerah di Indonesia, dari Sumatera hingga Papua. “Kalau membicarakan pembangunan perangkat hukum, saya ingin melakukannya secermat mungkin,” kata Iyum.

Last Updated: Jun 3, 2019 @ 4:12 pm

Artikel ini tampil di buku DARI SABANG SAMPAI MERAUKE Memperingati Ulang Tahun 60/20 Fulbright dan AMINEF (halaman 162– 164) yang diterbitkan pada tahun 2012 memperingati ulang tahun ke-20 AMINEF dan ulang tahun ke-60 Fulbright di Indonesia.

Judul asli adalah Across the Archipelago, from Sea to Shining Sea Commemorating the 60/20 Anniversary of Fulbright and AMINEF. Penerjemah: Sagita Adesywi dan Piet Hendrardjo.

WordPress Video Lightbox