Muhammad Kurniawan Rachman, saat ini mengajar di Amerika. Foto : Istimewa
” Sewaktu kecil mimpi saya sederhana, ingin menjadi guru. Konsepnya juga sederhana, saya ingin bisa bermanfaat setidaknya untuk orang-orang di sekitar saya.”
KENDARI, TELISIK.ID – Dipanggil Pak Wawan itulah sapaan akrabnya oleh murid-muridnya saat mengajar di Negeri Paman Sam, United State Amerika. Bernama lengkap Muhammad Kurniawan Rachman yang lahir di Kendari 26 Juli 1991. Sewaktu masih kecil mimpinya sederhana, ingin jadi guru, dia ingin bermanfaat setidaknya untuk orang-orang di sekitarnya.
“Sewaktu kecil mimpi saya sederhana, ingin menjadi guru. Konsepnya juga sederhana, saya ingin bisa bermanfaat setidaknya untuk orang-orang di sekitar saya,” ucap Wawan.
Pemuda yang lahir dari keluarga sederhana, 28 tahun silam ini, menempuh pendidikan di Kota Kendari, dari SD hingga jenjang Magister Keguruan Bahasa, Universitas Halu Oleo.
Jauh sebelum menjadi pengajar di Amerika. Sejak 2014, ia telah memulai petualangannya di luar negeri, terhitung sudah empat sekolah dasar dan tiga sekolah menengah di Australia tempat dia mengajar. Lalu bagaimana cerita hingga dia bisa menjadi pengajar Bahasa Indonesia Luar Negeri?
Anak pasangan dari Abdul Rachman dan Hasmawati ini sudah terkenal aktif dalam kegiatan dan lomba bahasa Inggris, bahkan pada tahun 2011 dia sempat menjuarai lomba debat bahasa Inggris untuk tingkat mahasiswa se-Indonesia Timur. Karena kecintaannya dengan Bahasa Inggris, di tahun yang sama Wawan mencoba banyak perlombaan untuk bisa ke luar negeri.
“Waktu itu karena menang lomba, Alhamdulillah, kampus menghapus biaya kuliah hingga saya lulus, jadi saya berpikir, mungkin ada kesempatan untuk bisa mendapatkan kegiatan lain yang didukung oleh pemerintah. Jadilah saya ikut seleksi program pertukaran pemuda yang diselenggarakan Kementrian Pemuda dan Olahraga pada saat itu,” katanya.
Tak langsung terpilih, pada saat pertama kali mengikuti seleksi, Wawan harus mengikuti seleksi hingga 3 tahun berturut-turut, sebelum mendapatkan kesempatan untuk terpilih mewakili Sulawesi Tenggara di tahun 2014.
“Saya coba terus, walaupun kuota umur saya belum masuk pada saat itu. Tapi, kalau punya mimpi jangan malu dan malas-malasan. Kalau ada usaha dan kerja keras dan mau sabar pasti suatu saat kita bisa mendapatkannya, tidak semua hal kan instan,” sambungnya.
Terpilih menjadi salah satu dari lima delegasi dari Sulawesi Tenggara, Wawan berhasil menyisihkan kurang lebih 400 pendaftar saat itu, Dia akhirnya berangkat ke Australia bergabung dengan 18 delegasi lain dari seluruh Indonesia di tahun 2014 hingga 2015. Pada saat itu, dia berkesempatan untuk menjadi asisten pengajar bahasa Indonesia di beberapa sekolah melalui Australia-Indonesia Youth Exchange Program.
“Saya bingung saat pertama kali, karena transisi dari menjadi pengajar Bahasa Inggris kemudian harus mengajar Bahasa Indonesia. Tapi karena sudah diberi amanah jadi saya harus menggunakan kesempatannya,” tuturnya.
Setelah menyelesaikan program pertukaran di tahun 2015, Wawan kembali terpilih di tahun berikutnya menjadi salah satu dari empat pengajar muda se-Indonesia. Dia diseleksi oleh Balai Bahasa Indonesia Perth dan Departemen Pendidikan Australia Barat selama satu tahun.
“Dengan kerja keras dalam belajar serat mencari koneksi selama program, ketika saya pulang dari Australia saya daftar lagi. Saya mendapatkan rekomendasi, dari supervisor di tempat mengajar sebelumnya. Sepertinya rekomendasi itu jadi poin penting untuk diterima kembali mengajar di sana,” tegasnya.
Selama kurang lebih satu tahun Wawan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan karirnya, untuk menjadi pengajar Bahasa Indonesia. ada lima sekolah seperti Como Secondary College dan Geraldton Primary School. Selama di sana, banyak tantangan yang dihadapi selama menjadi pengajar di Australia terutama karena sistem pembelajaran yang berbeda.
“Jadi pengajar Bahasa Indonesia itu tidak mudah, orang beranggapan bahwa kita harus tahu semua hal tentang Indonesia, baik tentang budaya, lingkungan, pariwisata hingga politik padahal kan dasarnya saya hanya belajar Bahasa Inggris saat kuliah. Jadi saya harus banyak membaca dan belajar hal yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, misalnya belajar tari, lagu, masakan daerah hingga isu lingkungan dan politik yang sedang tren pada saat itu,” ucapnya.
Namun Wawan harus bersikap, professional dan bertanggung jawab sehingga dari belajar berbagai hal, ia bisa mempromosikan seluruh potensi yang ada di Indonesia bagi warga negara asing.
Setelah menyelesaikan program mengajarnya di tahun 2017, Wawan akhirnya melanjutkan pendidikannya di jenjang magister. Dengan kerja keras yang dia lakukan, akhirnya berhasil menempuh pendidikannya dengan masa kuliah 1 tahun 5 bulan dengan predikat mahasiswa terbaik serta predikat cumlaude.
Setelah itu, Wawan kembali mendaftar ke beberapa program yang membuka kesempatan untuk mengajar Bahasa Indonesia, tidak tanggung-tanggung pada tahun 2018, Wawan berhasil diterima di dua program sekaligus yaitu Program Pengajar BIPA luar negeri oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan juga Fulbright FLTA yang diselenggarakan oleh Bureau Education and Cultural Affair, Amerika Serikat.
Sejak 2019, Pak Wawan begitu dia akrab disapa oleh mahasiswanya, telah melaksanakan program Fulbrightnya.
“Program Fulbright ini sangat luar biasa, saya juga diberikan kesempatan untuk berkuliah secara gratis dan juga bertemu dengan banyak pengajar dari seluruh dunia yang memiliki passion yang sama tentang kebahasaan,” ugkapnya.
Saat ini Wawan mengajar di Universitas Pennsylvania di Amerika Serikat yang merupakan kampus ternama di dunia, tercatat banyak peraih nobel dan orang-orang terkenal seperti John Legend, Noam Chomsky atau Presiden dunia seperti Kwame Nkrumah (Presiden pertama Ghana) dan Donald Trump (Presiden Amerika Serikat saat ini).
“Menurut saya Indonesia telah menarik banyak perhatian dari mahasiswa dan peneliti di kampus ini, khususnya di bidang lingkungan, sejarah dan ekonomi-politik, namun ketertarikan untuk belajar bahasanya masih kurang,” tuturnya.
Di akhir perbincangan Wawan mengungkapkan, dia sangat bersyukur bisa berkeliling dunia dan membagikan ilmu yang dia miliki dengan membawa identitasnya sebagai pemuda Sulawesi Tenggara.
“Saya merasa beruntung bisa menjadi putra daerah yang bisa belajar dari daerah dan membagikannya kepada banyak orang. Saya merasa, mimpi saya sewaktu kecil akhirnya bisa saya capai. Saya berharap anak daerah Sulawesi Tenggara juga bisa mencapai semua mimpinya dengan kerja keras, karena saya yakin tidak ada mimpi yang terlalu besar untuk dimiliki selama kita membuat usaha besar juga untuk meraihnya,” pungkasnya.
© 2024 AMINEF. All Rights Reserved.