Program Fulbright FLTA merupakan program untuk mengasisteni kelas Bahasa Indonesia di tingkat universitas di Amerika selama 2 semester (9 bulan). FLTA juga diperbolehkan untuk mengambil minimum (tergantung kebijakan universitas) 2 mata kuliah per semester. FLTA juga akan memperoleh tunjangan hidup, tiket pesawat PP dan kesempatan berjejaring dengan Fulbright yang luas. Oh ya, ada yang pernah bertanya kepada saya tentang membawa keluarga. Sejauh yang saya ingat, ini sangat tidak disarankan oleh aminef dan tidak ada alokasi dana khusus karena ini program singkat. Penjelasan lebih lanjut mengenai program ini bisa dilihat di websitenya. Deadline setiap tahunnya adalah 15 April (tahun ini, 2015, diperpanjang sampai 30 Mei!).
Pada dasarnya, pendaftar harus berasal dari jurusan Bahasa Inggris, memiliki TOEFL ITP di atas 550 dan berusia di bawah 29 tahun. Preferensi lebih, akan diberikan kepada yang memiliki keterampilan seni, kecakapan kepemimpinan dan pengalaman mengajar Bahasa Indonesia kepada penutur asing. Tapi itu relatif Saya juga belum punya pengalaman mengajar Bahasa Indonesia dan tidak punya kecakapan seni yang berarti lho. Tapi ya coba semaksimalnya dan yakin saja. Jumlah yang diterima setiap tahunnya sangat bervariasi, tergantung permintaan dari universitas di Amerika. Tahun lalu (2012/2013), ada 8 orang yang diberangkatkan. Tahun ini (2013/2014) ada 10 orang di University of Hawaii at Manoa, Arizona State University, University of Georgia, Northern Illinois University, University of Michigan, University of Wisconsin at Madison, University of Delaware, University of Pennsylvania, Columbia University dan Yale University. Tugasnya juga case by case dan tidak bisa digeneralisasi, tergantung permintaan universitas. Misalnya saja, teman saya di University of Delaware, dia diminta untuk mengajar Bahasa Bali karena memang kelas yang diajar adalah untuk persiapan mahasiswa doctoral yang akan melakukan penelitian sosiologi antropologi di Bali. Sementara saya di Yale University mengasisteni 3 kelas beginning dengan total 49 mahasiswa, pertemuan individual dengan mahasiswa di kelas advance, kelas percakapan dengan mahasiswa kelas intermediate dan beginning dan tutorial mahasiswa yang menginginkan kelas tambahan. Kelas di Yale memang cukup unik. Meskipun tidak ada program studi kajian Indonesia, tapi cukup banyak mahasiswa yang tertarik mengambil kelas ini.
Mengenai kesibukan di luar kelas, juga berbeda-beda tergantung universitasnya. Teman saya di University of Hawaii at Manoa misalnya juga menjadi ketua klub Indonesia. Dia mengorganisir dan menggalang dana untuk acara-acara Indonesia, seperti Dangdut Night, workshop Batik dan turnamen bulu tangkis. Tapia da juga yang tidak harus mengadakan acara apa-apa. Di universitas saya, karena tergabung dengan Council on Southeast Asian Studies, jadi saya tidak mengorganisasi kegiatan kebudayaan saya sendiri. Biasanya sudah terorganisir (dalam sisi acara) dan saya tinggal berpartisipasi dan mempresentasikan budaya seperti demo membatik, pesta Indonesia dan showcase permainan tradisional Indonesia. Organisasi intra kampus yang saya ikuti, Yale Indonesia Forum juga karakteristiknya berbeda dari di Hawaii karena lebih berorientasi akademik. Kegiatan lain seperti berpartisipasi dalam program community service seperti bercerita tentang budaya Indonesia kepada anak-anak di perpustakaan New Haven merupakan inisiatif pribadi. Ya, kalau pengen saja. Jadi, tidak ada keharusan.
Selain itu, menjadi bagian dari keluarga Fulbright itu merupakan kesempatan besar mengenal banyak orang dengan cerita-cerita keren yang harus kita coba gali . Sekali lagi, case by case, tapi biasanya ada pengurus Fulbright chapter negara bagian di mana kita tinggal. Dalam kasus saya, Fulbright Chapter Connecticut sangat super duper keren! Mereka mengorganisir acara makan siang, piknik, talkshow juga mensponsori kami untuk menonton drama (play) yang super kece! Belum lagi menjemput dan mengantar . Setiap orang yang saya tanya mengenai mengapa mereka mau dengan senang hati bersusah payah mengorganisir acara untuk ‘orang asing’ seperti kami, jawaban yang saya terima selalu kurang lebih sama: “Kami sudah ke negara lain dan banyak orang membuat kami merasa di rumah. Kami tidak akan bisa membalas kebaikan itu pada mereka, jadi ya yang bisa kami lakukan adalah melakukan hal yang sama kepada orang lain.”
Oh ya, selain dari alumni Fulbright, ada pula kegiatan pengayaan dari Fulbright yang berupa Summer Orientation dan Mid-Year Conference. Di dua acara ini, kita akan bertemu dengan FLTA dari seluruh Amerika dan mendapat seminar dari orang-orang hebat di bidangnya. Saya ingat, minggu lalu di kelas Teaching in American Classroom, dosen saya memberikan contoh yang sama persis mengenai bagaimana kesalahan ritme berbicara bisa menyebabkan kesalahpahaman. Dan ternyata itu adalah cerita yang sama persis dari yang saya dengar dari pembicara di seminar yang saya hadiri, yang ternyata saya ketahui adalah dosen dari dosen saya! Di kesempatan ini, juga ada beberapa kesempatan untuk kita presentasi dan menampilkan kebudayaan. Selain dari Fulbright, juga ada pula kegiatan dari NGO yang bisa kita ikuti. Karena berada di area Greater New York , saya bisa mengikuti kegiatan dari organisasi One to World.
Oh ya, last but not least, adalah kelas yang akan kita ambil. Pada dasarnya, dengan menjadi FLTA, berarti bisa mengambil minimal 2 kelas per semester dengan system audit maupun kredit. Kredit berarti mata kuliah yang kita ambil bisa diperhitungkan untuk gelar, sedangkan audit berarti mengerjakan tugas kelas dan masuk seperti biasa tetapi tidak diperhitungkan untuk gelar. Tapi, ini kebijakan otoritas kampus mengenai apakah kita boleh ambil kredit atau tidak. Misalnya saja saya, sangat disarankan untuk ambil audit, tapi saya dibolehkan untuk ambil lebih dari 2 kelas, asalkan ada di bawah departemen English Language Program. Eh, tapi jangan berpikir, “ kalau begitu ambil kelas sebanyak-banyaknya dong” Bisa sih, tapi komitmennya harus besar. Mahasiswa full time di sini saja tiap semester rata-rata hanya ambil 4 mata kuliah. Ada sih yang 5 atau 6 tapi jarang. Karena komitmennya besar dan banyak yang harus dibaca. Jadi, waktu saya cerita kalau saya pernah ambil 12 mata kuliah dalam satu semester mereka super syok. Hehe, bebannya beda. Begitulah gambarannya menjadi FLTA, keputusan yang akan saya ambil lagi kalau saya bisa. Ya, saya belajar banyak, bukan hanya tentang Amerika, tapi juga tentang Indonesia dari perspektif lain.