“Hibah Fulbright telah memungkinkan saya menjadi guru besar tamu selama satu tahun, pada School of Design, di University of Cincinnati, tahun 1987-1988. Saya mengajar suatu seminar di tingkat pascasarjana tentang masalah-masalah pcmbangunan, sekaligus memimpin program studi tentang bagaimana menerapkan konsep-konsep tersebut pada tingkat lokal. Di samping itu, saya mengadakan beberapa ceramah di kampus, atau di tempat lain, mengenai arsitektur di negara berkembang.
“Di antara mahasiswa saya terdapat para perancang tata kota dari beberapa negara lain, misalnya India, Korea, Turki dan Cina. Semua peserta agaknya tergugah pada cara kerja kami di Indonesia untuk mengakomodasikan unsur-unsur kebudayaan, yang mendasari cara hidup Indonesia, terhadap tuntutan perencanaan kota modern. Mereka juga berminat mempelajari usaha kami mengikutsertakan masyarakat setempat dalam melestarikan dan memanfaatkan kembali bangunan bernilai sejarah dan kultural.
“Selama setahun di Cincinnati, saya berhasil menyelesaikan dan menyajikan dua karya ilmiah: satu berjudul ‘Meninjau Kembali Strategi Nasional Pembangunan Kota’; yang lain berjudul ‘Unsur Desain di Dalam Kurikulum Sekolah Desain.’ Kebetulan, lima hari setelah saya pulang dari Amerika Serikat, saya diangkat menjadi Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Pcrencanaan, ITB di Bandung. Dengan demikian saya langsung berkesempatan untuk mcngalihkan sebagian ilmu ke jajaran akademis yang luas.
“Kemudian, ketika tidak lama sesudah itu saya diangkat scbagai Deputi Menteri Pcrencanaan Nasional di BAPFENAS, masalah ini sekali lagi menjadi bahan diskusi yang luas. Bagi saya jelas, bahwa penelitian dan penulisan yang mampu saya lakukan selama tahun-tahun Fulbright mcnimbulkan semacam efek riak di Indonesia.”