Alumni & Voices

Tian Belawati

TEKNOLOGI UNTUK PENDIDIKAN

“Saya hanya menerima beasiswa Fulbright selama empat bulan. Itu pun bukan untuk kuliah program gelar, tetapi untuk penelitian. Meskipun begitu, program singkat ini membuka mata saya akan betapa pentingnya fungsi teknologi untuk menyebarluaskan program pendidikan.” Begitu kata Tian Belawati, Rektor, Universitas Terbuka (UT) di kantornya, di Pondok Cabe, Tangerang

Perempuan kelahiran Jakarta 1962 ini adalah rektor kelima sejak universitas itu berdiri pada 1984. Ia mendapat beasiswa Fulbright pada 2001. “Saya mendapat informasi bahwa di Florida ada program konsorsium untuk pendidikan jarak-jauh. Dengan bantuan Fulbright, saya mendapat kesempatan mengamati dari dekat bagaimana pelaksanaannya yang melibatkan kerjasama beberapa community college. Saya mendapat ruang kerja di Universitas Florida State, di sebelah ruang kantor asisten direktur.”

Inilah cerita Tian: “Untuk pendidikan dan modernisasi, masyarakat Indonesia selalu mengagumi dan berkiblat pada Amerika. Tetapi para cendekiawan Amerika pun sebenarnya mengagumi dan menghargai kreativitas Indonesia. Terutama dalam hal menyesuaikan diri dengan keadaan dan kesulitan yang tidak pernah mereka hadapi di Amerika seperti misalnya mati listrik dan gangguan cuaca. Mereka melihat bagaimana Indonesia sukses dengan ‘kreativitas dalam keterbatasan’ – creativity within limitation .

“Sekarang Indonesia memiliki Universitas Terbuka dengan kantor perwakilan di 37 kota termasuk pusatnya di Pondok Cabe. Lambang universitas ini adalah cakram parabola, yang merupakan simbol teknologi paling maju 27 tahun yang lalu. Ini menunjukkan bahwa kita berorientasi ke depan, dan mengutamakan teknologi tinggi.

“Universitas Terbuka kita, dengan 600.000 mahasiswa menjadi nomor enam terbesar di dunia. Tetapi berkat teknologi komunikasi, pengelolannya menjadi sangat efisien. Kita hanya punya 800 tenaga pengajar, karena kuliah diberikan dalam bentuk paket. Kalau diperlukan tutorial, kami dengan mudah merekrut dosen-dosen dari berbagai universitas. Dan kalau diperlukan tempat pertemuan, kita dapat meminjam ruangruang kosong tidak terpakai di berbagai tempat pada hari Sabtu dan Minggu.

“Kebanyakan mahasiswa UT sudah bekerja. Mereka hanya bisa datang bertemu pada hari Sabtu dan Minggu. Tahun depan kami siapkan program pelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing. Dengan demikian, orang Amerika yang berada di Indonesia pun bisa mengikuti program Universitas Terbuka. Kita harus memfasilitasi pendidikan bahasa ini. Kita pun perlu meningkatkan kemampuan berbahasa masyarakat kita.

“Asal bisa baca tulis, semua orang bisa masuk ke Universitas Terbuka. Tidak boleh orang dibatasi oleh kesulitan geografis maupun kekurangan dalam teknologi. Ketika belajar di Amerika saya memahami ‘making higher education for all’ dalam arti yang sesungguhnya. Di Florida, orang yang tidak punya latar belakang Information Technology seperti saya, jadi mengerti ada share of cost – berbagi pembiayaan dan share of resources – berbagi sumber.

“Distribusi bahan-bahan ajar di banyak daerah di Indonesia seperti misalnya Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Papua masih terkendala oleh pasokan listrik yang sewaktu-waktu bisa padam. Juga karena adanya gangguan ombak yang terlalu tinggi sehingga hantaran buku dan bacaan datang terlambat, karena perahu penyeberangan tidak dapat beroperasi.

“Tugas utama Fulbright, saya pikir juga meningkatkan interaksi masyarakat kedua bangsa. Kita menggiatkan people-to-people collaboration. Kebetulan pula Fulbright terkenal sebagai program yang prestisius. Saya percaya melalui pertukaran dan kerjasama dalam bidang pendidikan, kita dapat mengembangkan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.

“Mimpi besar saya adalah membuat setiap orang, selalu merasa punya pilihan. Universitas Terbuka dalam arti yang sebenar-benarnya telah menerapkan education for all dan lifelong learning. Hubungan baik Indonesia dan Amerika selalu stabil di tingkat pemerintahan, tetapi hubungan yang sebenarnya ditentukan oleh interaksi berbagai kalangan, yang kualitasnya ditentukan oleh interaksi dalam bidang pendidikan.”

Pada bulan Februari 2012, Tian secara aklamasi terpilih menjadi Presiden dari Dewan Internasional Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh atau International Council for Open and Distance Education (ICDE) periode 2012 – 2015 di acara rapat lembaga tersebut di Oslo, Norwegia. Beliau adalah perempuan Asia pertama yang terpilih untuk menduduki jabatan prestisius ini.

Last Updated: Jun 3, 2019 @ 4:47 pm

Artikel ini tampil di buku DARI SABANG SAMPAI MERAUKE Memperingati Ulang Tahun 60/20 Fulbright dan AMINEF (halaman 199-201) yang diterbitkan pada tahun 2012 memperingati ulang tahun ke-20 AMINEF dan ulang tahun ke-60 Fulbright di Indonesia.

Judul asli adalah Across the Archipelago, from Sea to Shining Sea Commemorating the 60/20 Anniversary of Fulbright and AMINEF. Penerjemah: Sagita Adesywi dan Piet Hendrardjo.

WordPress Video Lightbox