Puasa 16 Jam di Wisconsin Amerika Serikat

endang (1)Endang Fourianalistiyawati, adalah mahasiswa S3 di School of Human Ecology, University of Wisconsin, Madison, di negara bagian Wisconsin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Saya, Endang Fourianalistiyawati, adalah mahasiswa S3 di School of Human Ecology, University of Wisconsin, Madison, di negara bagian Wisconsin. Sejak tahun 2018, saya menetap di Amerika Serikat untuk melanjutkan studi S3 di sini dengan dukungan beasiswa dari Fulbright-DIKTI.

Berbeda dari jurusan Psikologi dan Psikologi Klinis yang saya ambil saat S1 dan S2, jurusan yang saya ambil di S3 ini sangat spesifik, yaitu Human Development and Family Studies, terutama untuk kesejhteraan ibu hamil. Ilmu saya ini nantinya bermanfaat untuk menyiapkan ibu hamil dalam menjalani dan melewati proses kehamilan hingga melahirkan dengan kesadaran sepenuhnya serta ketenangan pikiran.

Kebetulan para professor yang berkecimpung secara khusus dalam bidang ini banyak mengajar di University of Wisconsin sehingga universitas ini menjadi pilihan utama saya saat mendaftar beasiswa dan di sinilah saya saat ini berada.

Selama hampir setahun tinggal di Amerika Serikat, banyak pengalaman menarik selama berkuliah dan tinggal di Madison, Namun kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya menjalani masa Ramadan dan keseharian saya sebagai Muslimah di Amerika Serikat.

Berpuasa 16 jam di Madison

Pengalaman berpuasa di bulan Ramadhan kali ini sangat berkesan bagi kami sekeluarga, karena untuk pertama kalinya kami berpuasa jauh dari Indonesia, dengan suasana, cuaca dan budaya yang jauh berbeda. Waktu berpuasa di Madison Ramadhan ini adalah 16-17 jam karena saat ini musim di sini sedang memasuki peralihan dari musim dingin ke musim semi dengan kondisi suhu berkisar 6-18 derajat Celcius.

Daerah Madison terletak di daerah perbatasan bagian tengah barat bila dilihat di peta Amerika, dan biasanya daerah ini memiliki periode musim dingin yang lebih panjang dari negara bagian lainnya.

Sesekali kami masih mengalami suhu di bawah 0° C dan ditemani hujan salju. Dengan kondisi rata-rata suhu yang demikian, membuat kami perlu memeriksa prakiraan cuaca pada satu hari yang sama, setiap hari. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi kami sebagai pendatang dari negara dengan dua musim, untuk menghindari salah penggunaan pakaian yang berakibat pada kondisi badan yang tidak fit dan terganggunya aktivitas pada hari itu.

Dengan kondisi suhu yang lumayan bersahabat di musim semi ini bila dibandingkan Indonesia yang rata-rata di atas 35° C, membuat 17 jam bisa kami jalani tanpa kendala khusus. Untuk mengetahui waktu sholat di sini, biasanya saya menggunakan aplikasi yang ada di sistem operasi Android.

Namun di bulan Ramadan ini, kami mendapatkan hadiah jam dengan aplikasi azan dari seorang sahabat dari Saudi Arabia yang juga sedang berkuliah di sini, sehingga hal ini memudahkan kami untuk mengetahui waktu salat dari azan yang berkumandang dari jam tersebut.

Beberapa minggu sebelum puasa, kami berusaha menghiasi rumah dengan pernak-pernik Ramadhan, seperti memasang lampu LED dengan bentuk bulan dan bintang, poster tulisan Ramadhan Mubarak, dan ditambah dengan hasil karya Zhi, putri kami, hiasan tentang bertema Ramadan menggunakan kertas kado dan buku yang kemudian juga ditempelkan di dinding, bersama dengan dekorasi dari mainannya sendiri. Hal ini kami lakukan terutama untuk membangkitkan semangat Zhi dalam menyambut bulan Ramadan. Alhamdulillah, Ia begitu antusias berkreasi dengan dekorasi Ramadan kali ini.

Menu sahur dan berbuka yang kami siapkan tidak jauh dari menu yang biasa disiapkan di Indonesia, karena di sini sangat mudah bagi kami untuk mendapatkan berbagai bumbu dan bahan masakan hingga buah khas Indonesia seperti pepaya, pisang kepok, dan durian, dari beberapa toko yang menjual bahan makanan Asia (Asian Mart) dan toko makanan halal (Halal Shop) yang tersebar di Madison.

Sejauh yang saya tau, terdapat empat Asian Mart dan dua Halal Shop di Madison. Sehingga, menu-menu berbuka khas Indonesia seperti kolak, bubur, es teler, dan lauk seperti rendang, opor, soto, lotek, maupun gado-gado sangat mudah untuk kami siapkan. Menu khas Indonesia ini sengaja kami siapkan salah satunya untuk menjaga semangat putri kami dalam berpuasa, selain tentu saja mengobati rindu kami pada tanah air.

Kami senantiasa libatkan Zhi dalam proses menyiapkan bukaan puasa ini, untuk mengisi waktu menunggu buka, selain aktivitas lainnya seperti menghafal kembali surat-surat Quran (murojaah), setoran hapalan, atau bermain sepeda di lapangan bola depan rumah.

Kegiatan selama Ramadan

Selama bulan Ramadan, Zhi tetap menjalani aktivitas sekolah dengan normal. Saat ini, Ia bersekolah di jenjang pendidikan SD kelas dua, dan tahun ini adalah tahun kedua Zhi latihan berpuasa penuh, dengan tantangan yang berbeda.

Saat istirahat, pihak sekolah memperbolehkan Zhi untuk berada di perpustakaan karena umumnya para murid dipersilakan ke kantin untuk santap siang dan bercengkrama dengan sesama murid. Namun karena Zhi puasa, Ia bisa mendapat pengecualian dan boleh menghabiskan waktu dengan membaca buku di perpustakaan.

Selama puasa, kegiatan saya pun juga terus berjalan normal bahkan saya sedang menjalani ujian akhir semester di minggu awal puasa. Alhamdulillah dukungan suami membuat saya dapat melewati minggu awal berpuasa dan ujian akhir semester ini dengan sukses.

Suami yang juga memiliki jadwal kegiatannya sendiri, masih menyempatkan membantu menyiapkan makanan untuk berbuka dan sahur. Bila saya sedang sibuk, suami membantu mengerjakan pekerjaan rumah termasuk menyiapkan semua keperluan keluarga.

Selesai ujian, aktivitas di kampus saya berlanjut dengan mengikuti program magang di Health Mindfulness Program  untuk mendampingi ibu hamil dan pasangannya dalam pelatihan Mindfulness-Based Childbirth and Parenting (MBCP), pelatihan-pelatihan, program bimbingan dan kursus jarak jauh untuk mengambil sertifikasi level 2 sebagai tahapan terakhir menjadi Mindfulness-Based Childbirth and Parenting Teacher (MBCP) dari MBCP foundation.

Berbagai kegiatan di atas yang saya jalani selama bulan Ramadhan ini saya lakukan selama seharian penuh dan tentu saja diselingi dengan istirahat dan makan siang. Biasanya para guru, mentor dan teman-teman yang menawarkan makanan akan sangat mengerti alasan saya tidak menerima ajakan mereka untuk ikut makan karena sedang berpuasa. Bahkan ini bisa menjadi momen bagi saya untuk menjelaskan alasan saya berpuasa dan kewajiban salat lima waktu bagi Muslim. Buat saya, ini adalah salah satu bentuk toleransi dari rekan-rekan non-Muslim di sekitar saya.

Praktek toleransi lain yang saya syukuri adalah untuk salat, jika kegiatan diadakan di gedung fakultas saya, biasanya saya melaksanakan salat di ruangan kerja saya, atau di aula khusus mahasiswa tingkat lanjut. Namun jika diadakan di gedung lain, terkadang mereka sendiri sudah berinisiatif menyediakan satu ruangan khusus untuk saya dapat melaksanakan salat atau saya bisa menunaikan salat di ruang kelas yang kosong.

Selain aktivitas rutin tersebut, saya bersyukur karena di Madison terdapat satu mesjid dan dua Islamic center yang juga berfungsi sebagai mesjid, dengan berbagai kegiatan Ramadan untuk orang dewasa dan anak-anak.  Kegiatan untuk anak-anak misalnya Sekolah Minggu, Kelas Bahasa Arab dan Kelas Menghapal Al-Quran.

Sementara untuk dewasa, terdapat kegiatan pengajian, majelis Taklim dan kajian Al-Quran. Sekali waktu saya berkesempatan mengisi sesi sekolah minggu untuk anak-anak berusia 8 tahun ke bawah. Kegiatan kami isi dengan setoran hafalan dari juz 30 dan menulis huruf hijaiyah. Pada kegiatan Kajian yang saya ikuti, dominan peserta berasal dari mahasiswi muslim di Madison yang berasal dari berbagai negara, seperti Mesir, Bangladesh, dan Sudan.

Topik yang kami diskusikan biasanya seputar sejarah dan asal muasal turunnya surat-surat di dalam Al-Qur’an, sebelum ditutup dengan sesi setoran hafalan dari surat yang dibahas tersebut. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya juga dilaksanakan di luar Ramadan, namun pada saat Ramadhan ditambah dengan kegiatan khas Ramadhan seperti buka bersama, tausiyah rutin setiap malam dan salat tarawih.

Komunitas Muslim di Madison

Secara keseluruhan, kami  sangat bersyukur tinggal di Madison, dengan komunitas muslim yang cukup luas dan aktif yang berasal dari berbagai negara di dunia. Saya pribadi di fakultas, memiliki teman sesama muslim lainnya yang berasal dari Mesir, Turki, Kuwait, dan Yaman. Kami memiliki kesempatan untuk saling berbagi kisah dan pengalaman dari negara kami masing-masing.

Saat Ramadhan ini, kami mengagendakan buka puasa bersama dan saling berbagi menu khas yang biasa kami siapkan dari negara masing-masing. Bersama teman kuliah yang tinggal di komplek perumahan yang sama, kami juga saling menyempatkan bertukar sajian khas dari negara masing-masing. Biasanya saya menyiapkan kolak ubi jalar dicampur pisang dan juga bala-bala atau bakwan yang sederhana dalam proses dan penyajiannya.

Selain itu, University of Wisconsin Madison sangat mengedepankan inklusivitas, sehingga di beberapa gedung disediakan ruang beribadah (reflection room) yang dapat kami gunakan untuk melaksanakan ibadah salat. Ruangan ini tidak terbatas untuk kegiatan keagamaan bagi Muslim, namun semua agama ataupun kepercayaan juga bisa menggunakan ruangan ini untuk beribadah atau bagi siapa saja yang membutuhkan suasana yang tenang reflektif. Bahkan bagi yang ingin bermeditasi bisa juga memanfaatkannya.

Selama hampir setahun berada di AS, saya tidak mengalami kendala berarti dalam beraktivitas sebagai Muslim, terlebih di Madison, saya merasakan suasana yang sangat kekeluargaan dari pihak kampus, dan juga masyarakat di sekitar Madison. Beberapa kali saat saya melaksanakan salat, saat sedang beraktivitas di kelas atau di area kampus lainnya, mereka akan dengan terbuka bertanya apa yang sedang saya lakukan, dan menghormati aktivitas yang sedang saya lakukan tersebut.

Selain itu, komunitas masyarakat Indonesia di Madison juga cukup besar dan aktif melaksanakan kegiatan bersama, termasuk bulan Ramadan ini kami yang tinggal di komplek yang sama juga menyempatkan untuk buka bersama. Selain itu, biasanya kami bergabung dengan masyarakat muslim Indonesia di seputaran Madison, Milwaukee, dan Chicago, untuk melaksanakan kegiatan kajian rutin. Para peserta kajian juga sebagian besar aktif sebagai pejabat di Indonesian Muslim Society in America (IMSA), yang memiliki milis grup, Facebook group and page, juga grup khusus untuk wanita yang disebut juga dengan IMSIS.

Kajian rutin secara online juga mudah untuk diikuti via facebook dan lainnya. Selain itu, IMSA juga memiliki kegiatan muktamar rutin setiap tahunnya, dan Desember ini, muktamar akan dilaksanakan di Chicago. Menjadi muslim di AS, setidaknya yang saya rasakan selama di Madison, sangat nyaman dan menyenangkan, karena semua muslim yang berasal dari berbagai negara, berkumpul dan menjadi saudara yang saling menguatkan.

Last Updated: Jul 31, 2022 @ 7:11 pm
WordPress Video Lightbox